Thursday 27 December 2007

Emas dan Perak, Simbol Perlawanan terhadap Dollar Cs (Tamat)

Akibat gejolak politik yang berawal dari kepentingan ekonomi, pada 1913 para bankers AS menyatakan telah terjadi kekurangan mata uang di Amerika. Oleh sebab itu, pemerintah Amerika tidak bisa menerbitkan mata uang lagi karena semua emas cadangannya telah terpakai.

Emas dan Perak, Simbol Perlawanan terhadap Dollar Cs (Bagian 3)

Pada prinsipnya, sistem The Satanic Finance yang mendewakan uang kartal adalah sistem penipuan terhadap masyarakat banyak. Secara sederhana, sistem ini bisa digambarkan sebagai mencetak sebanyak-banyaknya uang kartal (uang simbol yang sesungguhnya tidak memiliki nilai sama sekali) dan mengguyurnya ke tengah masyarakat. Di lain pihak dalam waktu bersamaan, pengelola atau pengusaha yang mencetak uang kartal itu menarik sebanyak-banyaknya batangan emas ke pihaknya dari masyarakat luas. Jadi mereka menukar uang kartal yang sama sekali tidak ada harganya dengan batangan-batangan emas.

Emas dan Perak, Simbol Perlawanan terhadap Dollar Cs (Bagian 2)

Penggunaan emas dan perak sebagai mata uang sejati sesungguhnya telah dipergunakan berabad-abad sebelum Rasulullah SAW lahir. Koin emas dalam sejarah dibuat pertama kalinya pada masa Raja Croesus dari Lydia, sebuah kerajaan kuno yang terletak di barat Anatolia, sekitar tahun 560 SM.
Sedangkan koin perak dibuat lebih dulu lagi yakni 140 tahun sebelum koin emas pertama dibuat, yaitu pada 700 SM, pada masa Raja Pheidon dari Argos, Yunani.

Emas dan Perak, Simbol Perlawanan terhadap Dollar Cs (Bagian 1)

Ingin menumbangkan hegemoni Zionis Internasional secara efektif, cepat, namun aman? Segeralah mempergunakan emas dan perak (Dinar dan Dirham) sebagai mata uang dan investasi, dan sedikit demi sedikit—lebih cepat lebih baik—menukar Rupiah, Dollar, Yen, Euro, Poundsterling, Gulden, dan sebagainya dengan emas dan perak sebagai mata uang yang sejati, karena yang lain itu sesungguhnya cuma simbol yang secara intrinsik tidak memiliki nilai apa-apa.

Wednesday 26 December 2007

Syawal kelabu - Awal kesedihanku

Tanggal 21 Oktober 2007, awal mula kesedihanku. Pagi hari sekitar jam 8an, Ibu membangunkanku dari tidur. Beliau memintaku mengantarkannya ke rumah sakit untuk memeriksakan pinggangnya yang sakit sejak hari Idul Fitri. Sekitar jam 9an, aku berangkat bersama Ibu ke rumah sakit. Setibanya dirumah sakit, aku segera mendaftarkan Ibu ke poli penyakit dalam. Setelah mendaftar, aku dan Ibu menunggu panggilan di depan poli penyakit dalam. Lama... mungkin ada kali 1,5 jam aku dan Ibu menunggu. Setelah nama Ibuku dipanggil oleh suster yang bertugas, Ibu segera masuk ke ruangan dokter. Sekitar 15 menit, Ibu keluar dan memintaku menyelesaikan administrasi. Ternyata dokter belum dapat mendiagnosa penyakit Ibu sebelum ada hasil rontgen. Maka dokter yang saat itu bertugas merujuk Ibuku ke bagian radiologi untuk di rontgen. Mungkin jam 12an aku dan Ibu sudah berada di bagian radiologi. Aku dan Ibu kembali menunggu panggilan. Setelah menunggu lama, Ibu akhirnya dipanggil oleh petugas radiologi. Lalu sekitar 30 menit, Ibu keluar dari ruangan radiologi. Hasil rontgen baru bisa diambil hari senin. Berhubung hari senin rencananya Ibu akan menghadiri acara halal-bi-halal di tempat kerjanya, jadi Beliau memintaku memintaku untuk mengantarkannya kembali hari selasa dan aku mengiyakan. Lalu setelah semuanya selesai, aku dan Ibu pulang ke rumah. Sekitar jam setengah 2, aku dan Ibu sudah ada dirumah. Berhubung hari sebelumnya aku tidur agak malam jadi aku ngerasa ngantuk sekali, aku pun tidur siang. Tak lama Ibu tidur disampingku. Sekitar jam 5an, aku dibangunkan oleh Ibu karena aku belum sholat Ashar dan aku pun bangun lalu menunaikan sholat Ashar. Karena tadi siang aku belum makan, perutku terasa lapar sekali. Aku meminta Ibu memasakan nasi goreng (kebetulan Ibu belum sempat masak tadi pagi). Maghrib nasi goreng buatan Ibu selesai dibuat, aku segera memakannya bersama Ibu. Setelah makan aku menunaikan sholat Maghrib. Sekitar jam 7 kurang, aku pergi keluar untuk membeli obat yang diresepkan dokter untuk Ibu sekalian malam mingguan. Waktu berlalu dengan cepat... aku melihat jam sudah menunjukan jam setengah 11 malam. Aku bergegas pulang. Setibanya dirumah, TVku terlihat masih menyala dan aku melihat Ibu sudah tidur. Lalu aku matikan TV dan kembali masuk ke kamar Ibu. Setelah agak lama aku baru menyadari sesuatu, Ibu tidur tenang sekali (biasanya kalau aku masuk ke kamarnya Beliau langsung bangun). Lalu aku melihat sesuatu yang ganjil pada paha Ibu (darah tampak menggumpal) dan tubuh Beliau terasa begitu dingin. Serentak aku menyadari bahwa Ibu sudah tiada. Aku panik... Aku langsung pergi ke rumah paman yang terletak tidak jauh dari rumah. Berteriak-teriak di depan rumah paman rupanya membangunkan tetanggaku yang lain. Ternyaya pamanku sedang menginap di rumah iparnya di Tanggerang. Aku semakin panik... Mana pada malam itu, Bapak sedang tidak ada di rumah (Beliau sedang ada urusan yang menyebabkan tidak bisa pulang ke rumah). Akhirnya aku meminta pertolongan kepada tetanggaku, aku lalu berinisiatif segera membawa Ibu ke rumah sakit. Setibanya di IGD, suster dan dokter yang bertugas memastikan bahwa Ibu sudah tiada... Aku tidak menyangka nasi goreng yang ku makan adalah masakan terakhir Ibu, Aku tidak menyangka Ibu yang telah melahirkanku ke dunia ini, yang sering memarahiku jika aku melakukan kesalahan, yang menasehatiku di saat aku sedang bimbang, bahkan yang menyuapiku di saat aku sedang sakit telah meninggalkanku untuk selama-lamanya...

Sebulan sudah Bapak tiada

Hari ini, tepat sebulan Bapak meninggalkanku selamanya. Meninggalkan kenangan sekaligus meninggalkan kesedihan yang mendalam. Kenangan hari itu masih teringat sangat jelas di pikiranku. Jam setengah 2 malam, Bapak membangunkanku dari tidur. Beliau mengeluh dadanya sesak kembali. Catatan : Beliau memiliki penyakit komplikasi (jantung, paru-paru, dan juga diabetes). Dengan setengah sadar, aku bangun dan bersiap dengan maksud langsung membawa beliau ke rumah sakit. Tapi saat aku keluar rumah, tidak ada satupun orang yang ada. Mungkin petugas yang biasa berjaga di pos depan rumahkupun sudah pulang ke rumahnya. Lalu aku menghubungi pamanku yang kebetulan tinggal tidak jauh dari rumah untuk sekedar meminta saran. Pamanku memintaku untuk segera mencari taksi. Alhamdulillah ada taksi yang lewat didepan rumah, aku langsung menstopnya. Akan tetapi saat aku kembali ke dalam rumah, lebih tepatnya saat aku masuk ke kamar Bapak. Aku mendapatinya sedang tergeletak tak berdaya. Aku panik... aku langsung berlari keluar rumah untuk minta pertolongan. Paman dan bibiku datang terlebih dahulu, lalu diikuti dengan beberapa tetanggaku. Dengan bantuan mereka, Bapak bisa dibawa ke rumah sakit. Saat di taksi Bapak sudah terlihat sangat tak berdaya tapi aku masih berharap rumah sakit masih bisa menolongnya. Setelah sampai di IGD rumah sakit Tarakan, suster-suster langsung memberinya pertolongan. Namun apalah daya... Nyawa sudah tak ada di raga. Aku sekali lagi harus merasakan kehilangan orangtua yang ku cintai setelah 37 hari sebelumnya Ibuku meninggalkanku terlebih dahulu. Kesedihan yang ku rasakan saat ini tidak ada yang mengetahuinya. Hanya blog ini aku bisa menceritakan semuanya. Semua kesedihan yang ku rasakan...